animasi bergerak gif
Gaara

Minggu, 22 Desember 2013

Berkah dalam Air

udah lama ya fren, gue ga nongol d blog gue.. udah kuangen buanget rasanya.. hhehe #alay
hheum.. kemaren gue abis ikut satu event lomba nulis gitu fren.. plus presentasiin apa yg kita tulis itu.. en, ini lah tulisan gue.. *jengjreng.. sayangnya gue blum rejekinya dapet juara, fren.. never mind, keep smile :)

Tema : Budaya dan Teknologi
Berkah dalam Air
Sejak kedatangannya ke Indonesia pada abad ke-13, Islam telah membawa sejuta kemilaunya kepada pribumi Indonesia, setelah sebelumnya kebudayaan telah berakulturasi begitu kompleks dari sejak zaman animisme-dinamisme hingga Hindu-Budha.
Melalui inovasi dan kreatifitas para penyebarnya, Islam dapat dengan mudah diterima di semua kalangan pribumi Indonesia. Kebudayaan-kebudayaan yang telah ada kembali di revisi dengan tanpa membuangnya secara mentah-mentah dan dikenalkan sebagai sebuah kebudayaan baru yang lahir dengan corak Islami. Berbagai ragam kebudayaan yang ada di Indonesia dewasa ini, bisa jadi merupakan buah dari proses akulturasi terdahulu yang telah berkembang.
Diantara kebudayaan-kebudayaan yang ada, mungkin memang sebagian besar mengandung berbagai nilai-nilai tersendiri yang dihubungkan dengan hal-hal mistik atau yang berkaitan dengan spiritualitas. Namun, ada juga kebudayaan yang lagaknya bila dikaji akan menimbulkan sebuah paradigma baru yang dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap nilai dari kebudayaan itu sendiri.
Dewasa ini, di era globalisasi, semakin majunya peradaban dimana teknologi semakin berkembang, bukan hal yang mustahil menemukan sebuah hal baru dari hal-hal yang pada awalnya dianggap sebagai hal biasa atau sebagai ‘tradisi’ semata. Banyak kajian-kajian keilmiahan yang kian gencar mengenai kebudayaan. Entah itu kebudayaan yang menyangkut suatu lingkup sosial kemasyarakatan atau bahkan kebudayaan yang ada dalam suatu agama, dalam hal ini agama Islam yang berkembang di Indonesia.
Sebagai contoh, dalam masyarakat Jawa, ada sebuah ‘tradisi’ bahwa di setiap acara-acara yang di dalamnya terdapat doa-doa, dzikir, pembacaan ayat suci al-Quran atau shalawat, para hadirin dianjurkan untuk membawa air minum. Sekilas bila kita tidak meniliknya, tentu itu hanya akan menjadi sebuah fenomena biasa dimana paradigma yang terlanjur berkembang adalah “sudah adatnya begitu” atau “sudah dari sananya begitu”. Mungkin jawaban yang agaknya sudah bisa diterima akal adalah bahwa air yang dibawa—yang dibacakan doa-doa, dzikir, pembacaan ayat suci al-Quran atau shalawat—dipercaya telah berubah menjadi air yang penuh berkah. Dan bila kemudian diminum, air tersebut tentu akan membawa keberkahan bagi peminumnya.
Tradisi ini tentu tidak terlepas dari akulturasi kebudayaan sebagaimana dijelaskan di awal. Dari beragam literatur, kepercayaan di zaman animisme-dinamisme hingga Hindu-Budha di Indonesia mengatakan bahwa peranan air dalam upacara-upacara keagamaan tidak bisa dilepaskan karena air merupakan lambang kesucian, kesejukan dan keberkahan. Dari pembacaan doa-doa, jampi-jampi atau mantra dalam upacara keagamaan, air atau berbagai jenis sesaji yang dibawa dipercaya akan mendatangkan keberkahan bagi orang yang meminum air tersebut atau memakan makanan-makanan sesaji.
Terlepas dari tradisi membawa air minum dalam upacara keagamaan sebelum Islam, Islam sendiri sebenarnya telah mengajarkan perihal keberkahan air minum yang didalamnya mengandung doa-doa. Islam telah mengajarkan bagaimana urgensi membaca doa sebelum melakukan segala aktivitas termasuk minum. Nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah pun dengan sangat baik telah memberi teladan mengenai adab dalam hal ini khususnya ketika minum. Sehingga, dalam perkembangannya, proses akulturasi kebudayaan benar-benar hanya merevisi pada bagian corak keislaman yang diutamakan dengan upaya tidak menyimpang dari syariat.
Tidak benar anggapan bahwa meminum air yang sudah diberi doa-doa dengan harapan agar disembuhkan dari penyakit atau dijauhkan dari bencana merupakan suatu hal yang musyrik. Justru doa-doa dan keberkahan atau energi positif yang ada dalam air yang diminum bisa menjadi perantara yang ampuh, tentu dengan izin dan kuasa Allah swt.
Terlebih dunia dikejutkan oleh sebuah penelitian Dr. Masaru Emoto, seorang peneliti dari Hado Institute di Tokyo, Jepang, bersama seorang sahabatnya, Kazuya Ishibashi (seorang ilmuwan ahli mikroskop), pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa air memiliki sifat seperti pita magnetik yang bisa merekam pesan.
Penelitiannya menunjukkan bahwa molekul air yang mendapat perlakuan berbeda, akan menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Air yang didoakan atau diberikan kata-kata positif, akan membentuk molekul kristal air yang indah ketika air tersebut dibekukan pada suhu -25° Celcius dan dipotret dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Sebaliknya, bila air diberikan kata-kata negatif, molekul kristal air akan hancur atau membentuk molekul air yang aneh dan cenderung tidak berbentuk.
Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa doa atau perkataan yang baik mampu merubah air menjadi sesuatu yang baik bagi tubuh dan menyadarkan kepada kita bahwa perkataan yang tidak baik mampu mengalirkan energi negatif yang merubah sesuatu menjadi tidak baik. Hal ini pun menunjukkan adanya keharmonisan antara kebudayaan dalam hal ini kebudayaan dalam Islam yang pada mulanya telah terjadi pengakulturasian dengan kebudayaan-kebudayaan sebelumnya, dengan teknologi yang telah berkembang dewasa ini.
Pesatnya perkembangan teknologi semakin mampu mengungkap aspek keilmiahan dalam sebuah kebudayaan, baik kebudayaan yang menyangkut suatu lingkup sosial kemasyarakatan atau bahkan kebudayaan yang ada dalam suatu agama, dalam hal ini agama Islam yang berkembang di Indonesia. Melalui teknologi, paradigma mengenai sebuah tradisi tidak akan sempit atau dengan kata lain hanya memandang sebagai sebuah tradisi semata, melainkan sebaliknya, akan menjadi lebih luas.

Laksmiyanti Annake Harijadi Noor (Keke).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar