Makalah Astronomi II tentang Proses Terjadinya Alam Semesta (penjelasan secara astronomis)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Allah SWT
telah memberikan karunia akal kepada manusia. Dengan akal tersebut manusia
memikirkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan berusaha menciptakan
berbagai sarana prasarana untuk memudahkan dalam menjalani kehidupan. Hal
inilah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di antara hal
yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang dalam bidang ilmu pengetahuan
adalah proses terjadinya alam semesta.[1]
Berdasarkan
pemikiran atas fakta-fakta yang saling berkaitan, ilmu pengetahuan terus
berusaha demikian jauh memahami alam semesta. Namun, pemikiran mendalam,
ternyata sering menangkap makna berbeda-beda sekalipun terhadap fakta yang
sama. Maka wajar jika akhirnya muncul versi yang berbeda-beda pula tentang
permulaan alam semesta.[2]
Oleh karena
itu, selanjutnya pemakalah akan membahas mengenai teori-teori proses terjadinya
alam semesta di dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
·
Bagaimana proses terjadinya alam
semesta dan apa saja teorinya menurut para astronom?
BAB II
PROSES TERJADINYA ALAM
SEMESTA SECARA ASTRONOMIS
·
Proses Terjadinya Alam Semesta dan
Teorinya Menurut Para Astronom
Di dalam proses terjadinya alam semesta, para astronom memiliki pandangan
yang berbeda mengenai hal tersebut. Sehingga memunculkan dua teori besar
beserta satu teori penyempurna dari teori pertama, yaitu sebagai berikut :
1.
Teori Big Bang
Pada tahun 1922, seorang ahli fisika Rusia bernama Alexandra
Friedman menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta
tidaklah statis dan impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan
struktur keseluruhan mengembang atau mengerut menurut teori relativitas Albert
Einstein[1].
Berdasarkan perhitungan Alexandra Friedman tersebut, seorang
ilmuwan Belgia bernama Abbe Georges Lemaitre pada tahun 1927[2],
menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan mengembang, yang pada
akhirnya melahirkan teori big bang (dentuman besar).[3]
Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta bermula dari sebuah
ledakan besar suatu massa yang sangat rapat menyerupai “atom raksasa”[4]
beberapa miliar tahun yang lalu dan tak akan berulang.[5]
Teori big bang selanjutnya diakui oleh para ilmuwan sebagai teori
yang paling sesuai tentang penciptaan alam semesta dan telah dapat dibuktikan
secara ilmiah.[6]
Bukti ilmiah yang mendukung teori big bang ditemukan pada tahun
1929 oleh Edwin Hubble, seorang ahli astronomi Amerika. Hubble menemukan cahaya
bintang-bintang bergeser ke arah ujung merah spektrum (red-shift). Menurut
hukum fisika, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati
pengamat cenderung berwarna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke
warna merah. Berdasarkan pengamatan tersebut, Hubble menyimpulkan bahwa
bintang-bintang tersebut bergerak menjauhi bumi dan saling menjauhi satu sama
lain.[7]
Bukti lainnya adalah ditemukannya gelombang mikro kosmik 3 K pada
tahun 1965 oleh Arno Penzias dan Robert Wilson. Para astronom memperkirakan
bahwa akibat dari dentuman besar di masa lalu akan menghasilkan radiasi sisa
(dalam bentuk foton) di sekitar kita. Sesuai dengan prinsip kosmologi modern,
radiasi ini akan datang dari semua daerah (seragam) dan sama besarnya dalam
arah mana saja kita mengamati (isotropik). Karena radiasi ini telah kehilangan
banyak energi sejak dentuman besar maka suhunya sangat rendah (kira-kira 3 K
atau 270° C. Radiasi ini disebut radiasi isotropik 3 K atau radiasi
latar belakang.[8]
Bukti penting lain dari teori big bang selanjutnya adalah jumlah
hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui
bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan
perhitungan teoritis konsentrasi hidogren-helium sisa peninggalan peristiwa big
bang,[9]
yaitu perbandingannya hidrogen berbanding helium, 3 : 1.[10]
Runtutan ekspansi pasca dentuman besar adalah sebagai berikut :
a.
Umur
0 detik : dentuman besar
terjadi, partikel pembentuk alam semesta menyebar dengan sangat cepat.
b.
Umur
10-35 detik : partikel
pembentuk alam semesta mendidih seperti sop elektron panas.
c.
Umur
1 detik : neutron dan proton
bereaksi menjadi elemen cahaya, sebgaian besar berupa helium.
d.
Umur
3 menit : nuklir berhenti
bereaksi, sehingga terbentuk hidrogen dan helium dengan perbandingan 3 : 1.
Namun, alam semesta masih terlalu panas untuk melahirkan atom.
e.
Umur
300.000 tahun : alam semesta cukup dingin
untuk membentuk sebuah atom netral dengan ion yang menyerapnya. Radiasi
terbentuk menjadi gelombang radio yang mengisi ruang alam semesta saat ini (radiasi
latar belakang).
f.
Umur
1 milyar tahun : gravitasi membuat
hidrogen dan helium membentuk awan besar yang akan menjadi sebuah galaksi. Dan
gumpalan kecil bisa saja runtuh membentuk sebuah bintang.[11]
2.
Teori Keadaan Tetap (Steady State)
Keraguan terhadap teori
big bang pertama kali dinyatakan pada tahun 1948 oleh dua orang teoretikus
brilian dari Inggris, Herman Bondi dan Thomas Gold, yang kemudian dibuktikan
dengan cemerlang oleh astronom Inggris Fred Hoyle. Dia sama sekali tidak
percaya pada big bang, tapi justru percaya pada apa yang dia sebut alam semesta
konstan (steady state universe), dengan kata lain, alam semesta sudah
ada sejak dulu dan memproduksi dirinya sendiri terus menerus.[12]
Padahal, jika alam semesta
sudah ada sejak dulu atau dengan kata lain tidak memiliki permulaan, maka unsur
hidrogen seharusnya telah habis dan berubah menjadi helium. Sehingga teori ini
tidak terbukti secara ilmiah dan tidak dapat di pertahankan serta tidak dipakai
sejak tahun 1970.[13]
3.
Teori Inflationary Universe
Meskipun teori big bang
dapat diterima secara universal dan dapat dibuktikan secara ilmiah, namun,
masih ada permasalahan yang menuntut para astronom untuk melakukan observasi
lanjutan terhadap teori ini. Dengan hanya teori big bang saja dirasa belum
cukup untuk menjawab permasalahan yang muncul, sehingga mendorong lahirnya
teori inflationary universe sebagai penyempurna. Adapun permasalahan
dalam teori big bang adalah sebagai berikut :
a.
Flatness
problem
Permasalahan ini timbul dari pertanyaan mengapa ruang alam semesta
mendekati datar.
Sehingga para astronom kemudian menemukan fakta bahwa ruang yang hampir
datar itu disebabkan oleh adanya sudden inflation (pemompaan secara
tiba-tiba) ketika terjadi dentuman besar (big bang).[14]
b.
Horizon problem
Permasalahan ini
menyangkut mengenai radiasi isotropik yang sama di semua tempat di ruang alam
semesta (radiasi isotropik 3 K).
Hal ini ditemukan oleh
para astronom sebagai akibat dari bagian alam semesta yang tidak lebih besar
dari sebuah atom. Sehingga memiliki kesamaan temperatur dari sejak sebelum
terjadinya inflation.[15]
Dengan demikian, alam
semesta telah mengalami proses kejadian yang sangat singkat dan melaju sangat
cepat dalam pertambahan volumenya—proses ini disebut inflation.[16]
[4] Marthen Kanginan, Seribu
Pena Fisika SMA untuk Kelas XI jilid 2, (Jakarta : Erlangga, 2006), hal.
65.
[8] Marthen Kanginan, Seribu
Pena Fisika SMA untuk Kelas XI jilid 2, (Jakarta : Erlangga, 2006), hal.
65.
[14] Michael A. Seeds, Horizon,
Exploring The Universe, (California : Wadsworth Publishing, 1987), hal.
217.
[16] Thomas T. Arny, Explorations,
An Introduction to Astronomy, (New York : McGraw-Hill, 2006), hal. 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar