animasi bergerak gif
Gaara

Jumat, 28 Maret 2014

Share Tugas ep. 1 ;)

Makalah Astronomi II tentang Proses Terjadinya Alam Semesta (penjelasan secara astronomis)

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah memberikan karunia akal kepada manusia. Dengan akal tersebut manusia memikirkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan berusaha menciptakan berbagai sarana prasarana untuk memudahkan dalam menjalani kehidupan. Hal inilah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di antara hal yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang dalam bidang ilmu pengetahuan adalah proses terjadinya alam semesta.[1]
Berdasarkan pemikiran atas fakta-fakta yang saling berkaitan, ilmu pengetahuan terus berusaha demikian jauh memahami alam semesta. Namun, pemikiran mendalam, ternyata sering menangkap makna berbeda-beda sekalipun terhadap fakta yang sama. Maka wajar jika akhirnya muncul versi yang berbeda-beda pula tentang permulaan alam semesta.[2]
Oleh karena itu, selanjutnya pemakalah akan membahas mengenai teori-teori proses terjadinya alam semesta di dalam makalah ini.

B.            Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
·                Bagaimana proses terjadinya alam semesta dan apa saja teorinya menurut para astronom?



[1] Agus Susanto, Islam Itu Sangat Ilmiah, (Jogjakarta : Najah, 2012), hal. 35.
[2] Heru Apriyono, The Big Bang Theory, (Jogjakarta : Narasi, 2013), hal. 3.

BAB II
PROSES TERJADINYA ALAM SEMESTA SECARA ASTRONOMIS

·                Proses Terjadinya Alam Semesta dan Teorinya Menurut Para Astronom
Di dalam proses terjadinya alam semesta, para astronom memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal tersebut. Sehingga memunculkan dua teori besar beserta satu teori penyempurna dari teori pertama, yaitu sebagai berikut :
1.             Teori Big Bang
Pada tahun 1922, seorang ahli fisika Rusia bernama Alexandra Friedman menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta tidaklah statis dan impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan struktur keseluruhan mengembang atau mengerut menurut teori relativitas Albert Einstein[1].
Berdasarkan perhitungan Alexandra Friedman tersebut, seorang ilmuwan Belgia bernama Abbe Georges Lemaitre pada tahun 1927[2], menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan mengembang, yang pada akhirnya melahirkan teori big bang (dentuman besar).[3]
Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta bermula dari sebuah ledakan besar suatu massa yang sangat rapat menyerupai “atom raksasa”[4] beberapa miliar tahun yang lalu dan tak akan berulang.[5]
Teori big bang selanjutnya diakui oleh para ilmuwan sebagai teori yang paling sesuai tentang penciptaan alam semesta dan telah dapat dibuktikan secara ilmiah.[6]
Bukti ilmiah yang mendukung teori big bang ditemukan pada tahun 1929 oleh Edwin Hubble, seorang ahli astronomi Amerika. Hubble menemukan cahaya bintang-bintang bergeser ke arah ujung merah spektrum (red-shift). Menurut hukum fisika, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung berwarna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Berdasarkan pengamatan tersebut, Hubble menyimpulkan bahwa bintang-bintang tersebut bergerak menjauhi bumi dan saling menjauhi satu sama lain.[7]
Bukti lainnya adalah ditemukannya gelombang mikro kosmik 3 K pada tahun 1965 oleh Arno Penzias dan Robert Wilson. Para astronom memperkirakan bahwa akibat dari dentuman besar di masa lalu akan menghasilkan radiasi sisa (dalam bentuk foton) di sekitar kita. Sesuai dengan prinsip kosmologi modern, radiasi ini akan datang dari semua daerah (seragam) dan sama besarnya dalam arah mana saja kita mengamati (isotropik). Karena radiasi ini telah kehilangan banyak energi sejak dentuman besar maka suhunya sangat rendah (kira-kira 3 K atau 270° C. Radiasi ini disebut radiasi isotropik 3 K atau radiasi latar belakang.[8]
Bukti penting lain dari teori big bang selanjutnya adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidogren-helium sisa peninggalan peristiwa big bang,[9] yaitu perbandingannya hidrogen berbanding helium, 3 : 1.[10]
Runtutan ekspansi pasca dentuman besar adalah sebagai berikut :
a.              Umur 0 detik             : dentuman besar terjadi, partikel pembentuk alam semesta menyebar dengan sangat cepat.
b.             Umur 10-35 detik        : partikel pembentuk alam semesta mendidih seperti sop elektron panas.
c.              Umur 1 detik             : neutron dan proton bereaksi menjadi elemen cahaya, sebgaian besar berupa helium.
d.             Umur 3 menit            : nuklir berhenti bereaksi, sehingga terbentuk hidrogen dan helium dengan perbandingan 3 : 1. Namun, alam semesta masih terlalu panas untuk melahirkan atom.
e.              Umur 300.000 tahun : alam semesta cukup dingin untuk membentuk sebuah atom netral dengan ion yang menyerapnya. Radiasi terbentuk menjadi gelombang radio yang mengisi ruang alam semesta saat ini (radiasi latar belakang).
f.              Umur 1 milyar tahun : gravitasi membuat hidrogen dan helium membentuk awan besar yang akan menjadi sebuah galaksi. Dan gumpalan kecil bisa saja runtuh membentuk sebuah bintang.[11]

2.             Teori Keadaan Tetap (Steady State)
Keraguan terhadap teori big bang pertama kali dinyatakan pada tahun 1948 oleh dua orang teoretikus brilian dari Inggris, Herman Bondi dan Thomas Gold, yang kemudian dibuktikan dengan cemerlang oleh astronom Inggris Fred Hoyle. Dia sama sekali tidak percaya pada big bang, tapi justru percaya pada apa yang dia sebut alam semesta konstan (steady state universe), dengan kata lain, alam semesta sudah ada sejak dulu dan memproduksi dirinya sendiri terus menerus.[12]
Padahal, jika alam semesta sudah ada sejak dulu atau dengan kata lain tidak memiliki permulaan, maka unsur hidrogen seharusnya telah habis dan berubah menjadi helium. Sehingga teori ini tidak terbukti secara ilmiah dan tidak dapat di pertahankan serta tidak dipakai sejak tahun 1970.[13]

3.             Teori Inflationary Universe
Meskipun teori big bang dapat diterima secara universal dan dapat dibuktikan secara ilmiah, namun, masih ada permasalahan yang menuntut para astronom untuk melakukan observasi lanjutan terhadap teori ini. Dengan hanya teori big bang saja dirasa belum cukup untuk menjawab permasalahan yang muncul, sehingga mendorong lahirnya teori inflationary universe sebagai penyempurna. Adapun permasalahan dalam teori big bang adalah sebagai berikut :
a.             Flatness problem
Permasalahan ini timbul dari pertanyaan mengapa ruang alam semesta mendekati datar.
Sehingga para astronom kemudian menemukan fakta bahwa ruang yang hampir datar itu disebabkan oleh adanya sudden inflation (pemompaan secara tiba-tiba) ketika terjadi dentuman besar (big bang).[14]

b.             Horizon problem
Permasalahan ini menyangkut mengenai radiasi isotropik yang sama di semua tempat di ruang alam semesta (radiasi isotropik 3 K).
Hal ini ditemukan oleh para astronom sebagai akibat dari bagian alam semesta yang tidak lebih besar dari sebuah atom. Sehingga memiliki kesamaan temperatur dari sejak sebelum terjadinya inflation.[15]

Dengan demikian, alam semesta telah mengalami proses kejadian yang sangat singkat dan melaju sangat cepat dalam pertambahan volumenya—proses ini disebut inflation.[16]



[1] Agus Susanto, Islam Itu Sangat Ilmiah, (Jogjakarta : Najah, 2012), hal. 37.
[2] Heru Apriyono, The Big Bang Theory, (Jogjakarta : Narasi, 2013), hal. 5.
[3] Op cit, hal. 38.
[4] Marthen Kanginan, Seribu Pena Fisika SMA untuk Kelas XI jilid 2, (Jakarta : Erlangga, 2006), hal. 65.
[5] Heru Apriyono, The Big Bang Theory, (Jogjakarta : Narasi, 2013), hal. 4.
[6] Agus Susanto, Islam Itu Sangat Ilmiah, (Jogjakarta : Najah, 2012), hal. 38.
[7] Ibid.
[8] Marthen Kanginan, Seribu Pena Fisika SMA untuk Kelas XI jilid 2, (Jakarta : Erlangga, 2006), hal. 65.
[9] Op cit, hal. 40.
[10] Op cit, hal. 65.
[11] Konrad B. Krauskopf, The Physical Universe, (New York : McGraw-Hill, 2003), hal. 518.
[12] Heru Apriyono, The Big Bang Theory, (Jogjakarta : Narasi, 2013), hal. 17.
[13] Op cit.
[14] Michael A. Seeds, Horizon, Exploring The Universe, (California : Wadsworth Publishing, 1987), hal. 217.
[15] Ibid.
[16] Thomas T. Arny, Explorations, An Introduction to Astronomy, (New York : McGraw-Hill, 2006), hal. 87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar