Berjuang
dalam kedamaian
Kata Jihad yang dikemukakan dalam ayat Al-Quran
diterjemahkan sebagai ‘berjuang’.
Jihad sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh atau
dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang keras memperoleh keridhaan Allah, baik individual maupun secara kolektif.
Kata Jihad sama sekali tidak mengandung arti bahwa
kita selalu dalam keadaan siap untuk berkelahi atau melakukan perang. Hal itu
sama sekali jauh dari kebenaran dan realitas. Arti kata Islam sendiri berarti
kedamaian dan semua usaha dan upaya kita sewajarnya diarahkan kepada penciptaan
kedamaian serta harmoni di antara sesama kita, dalam komunitas dan dalam
masyarakat secara keseluruhan.
Kesalahpahaman
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata Jihad diartikan sebagai ‘perang suci’. Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford Reference
Dictionary) Jihad diartikan sebagai ‘perang untuk melindungi Islam dari
ancaman eksternal atau untuk siar agama di antara kaum kafir’. Kata suci dan perang sebenarnya tidak sinonim satu sama
lain, bahkan saling bertentangan karena tidak ada yang suci dalam peperangan.
Sangat menyedihkan bahwa kata ‘Jihad’ di masa kini sudah disalah-artikan oleh
bangsa-bangsa Barat, khususnya dalam media mereka.
Jihad ada tiga jenis:
1.
Berjuang
melawan sifat dasar yang buruk dalam diri sendiri yaitu melawan nafsu dan
kecenderungan kepada kejahatan.
2.
Berjuang
melalui karya tulis, bicara dan membelanjakan harta guna penyiaran kebenaran
Islam serta mengungkapkan keindahannya kepada non-Muslim.
3.
Berjuang
melawan musuh kebenaran, termasuk di dalamnya perang membela diri.
Rasulullah s.a.w. mengistilahkan kedua Jihad yang pertama
sebagai Jihad Akbar sedangkan yang ketiga sebagai Jihad Ashgar
(Jihad yang lebih kecil). Suatu ketika saat kembali dari suatu peperangan,
beliau menyatakan:
‘Kalian telah kembali dari Jihad yang kecil (berperang
melawan musuh Islam) untuk melakukan Jihad yang lebih besar (berperang melawan
nafsu rendah). (Khatib)
‘Pedang’ kebenaran
‘Bacalah
dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan; menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah ! Dia Tuhan engkau adalah Maha Mulia; yang
mengajar dengan pena; mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.’ (S.96
Al-Alaq:1-5)
Perintah pertama Allah s.w.t. ini jelas sekali menyuruh
beliau untuk menyebarkan ajaran Islam, baik secara lisan maupun tulisan dan bukan
dengan kekerasan, bukan dengan pedang atau pun tindakan agresif apa pun.
Apa yang menjadikan seseorang yang tidak memiliki kekuasaan
atau pun kekayaan beriman kepada Rasulullah s.a.w, beliau jelas tidak menghunus
pedang untuk memaksanya. Satu-satunya ‘pedang’ yang digunakan
Rasulullah s.a.w. hanyalah Al-Quran, sebuah pedang ruhani, pedang
kebenaran, yang secara alamiah telah menarik hati mereka yang tidak percaya,
tanpa suatu agresi dalam bentuk apa pun. Demikian itulah keindahan, keagungan
dan daya tarik Islam serta diri Muhammad yang menyiratkan kebaikan dan kasih
sehingga mereka ini bersedia menyerahkan nyawa untuk itu. Justru orang-orang non-Muslim,
terutama penduduk Makkah, yang telah mengangkat pedang
fisik mereka untuk menyerang umat Muslim guna memaksa mereka kembali kepada
ajaran dan agama lama mereka.
Perintah
awal
‘Telah
diperkenankan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi,
disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya dan sesungguhnya Allah
berkuasa menolong mereka.’ (S.22 Al-Hajj:39)
Para ulama sependapat bahwa ini adalah ayat pertama yang
memberi izin kepada umat Muslim untuk mengangkat senjata guna melindungi diri
mereka. Ayat ini meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman bagi umat Muslim
dalam melakukan perang defensif (secara terbuka).
Jelas telah dikemukakan alasan yang mendorong untuk
berperang mempertahankan diri setelah menderita dengan sabar sekian lamanya.
Mereka menderita aniaya terus menerus selama bertahun-tahun di Makkah dan masih terus diburu kebencian meski telah hijrah ke Madinah.
Secara spesifik Al-Quran menegaskan bahwa bentuk Jihad ini
adalah berperang melawan mereka yang telah menyerang Islam terlebih dahulu,
dimana ayat-ayat Al-Quran lainnya juga menguatkan hal ini. Umat Muslim hanya boleh
mengangkat senjata untuk membela diri terhadap mereka yang telah terlebih
dahulu menyerang dan hanya jika umat Muslim memang tertindas dan teraniaya.
Hal inilah yang menjadi esensi Jihad Islamiah yang sekarang ini banyak
disalah-artikan. Jelas tidak benar sama sekali jika dikatakan bahwa Rasulullah
s.a.w. hanya memberikan pilihan kepada umat untuk bai’at atau mati, Islam atau
pedang.
Al-Quran menyatakan:
‘Dan, perangilah
mereka itu, sehingga tak ada lagi fitnah dan supaya agama menjadi seutuhnya
bagi Allah. Tetapi, jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Allah swt.
Maha Melihat apa-apa yang mereka kerjakan.’ (S.8 Al-Anfal:39)
Ayat di atas menjelaskan kalau perang hanya boleh dilanjutkan
sepanjang masih ada laku aniaya dan manusia belum bebas menganut agama yang
mereka sukai. Jika musuh-musuh Islam menghentikan perang maka umat Muslim juga
harus berhenti pula.
Al-Quran menyatakan:
‘Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu
nyata bedanya dari kesesatan. . .’ (S.2 Al-Baqarah:256)
Ayat di atas mengingatkan umat
Muslim secara jelas dan gamblang untuk tidak menggunakan kekerasan dalam
menarik non-Muslim ke dalam agama Islam. Dijelaskan juga alasannya mengapa
kekerasan itu tidak perlu digunakan yaitu karena jalan yang benar telah
nyata bedanya dari jalan kesesatan sehingga tidak ada pembenaran untuk
menggunakan kekerasan.
Fakta masa kini
Pada masa kini, beberapa anak muda
Muslim secara konyol telah ‘dicuci otaknya’ sehingga menganggap laku barbar,
teror, bunuh diri dan pembunuhan yang mereka lakukan akan menjadikan mereka
mendapat derajat syuhada. Laku
demikian sama sekali tidak bisa disebut sebagai suatu amal saleh, bahkan lebih
merupakan pencemaran nama Islam serta pendurhakaan terhadap firman Tuhan.
Al-Quran jelas menyatakan:
‘Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta bendamu antara sesamamu
dengan jalan batil, kecuali yang kamu dapatkan dengan perniagaan berdasar
kerelaan di antara sesamamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya
Allah Maha Penyayang terhadapmu.’ (S.4 An-Nisa: 29)
Kata-kata ‘janganlah kamu membunuh
dirimu’ melarang keras tindakan bunuh diri. Disamping itu apakah mungkin laku
pembunuhan orang-orang tidak berdosa dianggap sebagai amal saleh yang akan
memberikan izin seorang Muslim masuk pintu surga? Yang pasti adalah membuka
jalan ke pintu neraka!
Wallahu
a’lam bishawab.
Dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar