(...to be continue)
Beranjak ke
hari Jumat dimana saya disibukkan dengan persiapan keberangkatan ke Jakarta
untuk mengikuti sidang itsbat. Saya belum sempat mencari ‘korban’ kembali.
Sampai di hari Ahad, 6 Oktober 2013, hari kepulangan saya ke Semarang, saya
mendapatkan seseorang yang menjadi pamungkas atas tugas saya, genap 5 orang.
Maaf, ralat, ganjil 5 orang.
Tepat
sekitar pukul 19.00 wib, ketika kereta yang saya dan 12 orang teman saya tumpangi
masih menggesek rel kota Tegal, saya beraksi, diawali berbasa-basi terlebih
dulu dengan seorang perempuan yang kebetulan duduk di sebelah saya.
“Mbak, turun
dimana?”
“Semarang,”
jawabnya sembari tersenyum.
“Oh, sama,
dong, mbak. Poncol, kan?”
“Iya.”
“Mbak sama,
kan tadi dari Jakarta? Asli Jakarta?”
“Engga, sih.
Aku asli Tanggerang.”
“Di Semarang
kuliah? Dimana?”
“Aku di
UNDIP.”
“Oh, UNDIP,
ya… Semester berapa?”
“Semester 3.
Kalau mbak dimana?”
“Aku di
IAIN. Jauh, ya dari UNDIP?”
“Iya, sih.
Tapi aku belum begitu tau daerah Semarang, bla… bla… bla…”
(untuk
percakapan selanjutnya dipotong karena terlalu panjang, mengingat durasi essay yang
tersedia terbatas (di TKP saat itu menghabiskan sekitar 5 menit lebih untuk
hanya berbasa-basi)).
“Oh iya,
mbak. Pernah ditebak tanggal lahir sebelumnya?” saya mulai masuk ke pokok
percakapan.
“Ditebak
tanggal lahir? Pernah.”
“Oh iya?”
“Tapi dulu,
sih. Waktu SMP.”
“Wah? Terus
sekarang masih inget gak, mbak?”
“Engga, sih.
Udah lupa.”
“Mau coba
lagi, gak? Aku bisa nebak tanggal lahir mbak, lho.”
“Boleh,
boleh.”
“Coba, ya,
mbak hitung, ya, bla, bla, bla…”
Singkat
cerita, untuk kesekian kalinya, saya pun berhasil menebak tanggal lahir…
tanggal lahir… (siapa?)
“Oh, iya,
mbak. Siapa namanya mbak?”
“Zakia,”
jawabnya sembari mengajak bersalaman.
“Keke,” saya
turut memperkenalkan diri.
Ini sebuah
kefatalan yang sangat fatal. Sudah lebih dari 10 menit kami berbincang-bincang
tanpa mengetahui nama masing-masing. Dan hanya dalam waktu kurang lebih 5 menit
sejak saya memulai basa-basi, saya sudah mengetahui tanggal lahirnya. Sungguh
sebuah perkenalan yang aneh. Biasanya orang yang baru berkenalan bertanya nama
terlebih dahulu, kemudian alamat. Sama sekali tidak terpikirkan untuk sengaja
menanyakan tanggal lahir.
Akhir
cerita, Zakia, ‘korban’ terakhir saya yang saya temui dalam kereta menuju
Semarang sepulang mengikuti sidang itsbat, bertanggal lahir 31 Maret.
Begitulah
jalan panjang menebak tanggal lahir yang telah saya lalui dalam waktu kurang
lebih seminggu. Berawal dari teman sekamar sampai seseorang yang baru dikenal
dalam perjalanan panjang di atas kereta.
Sungguh luar
biasa dan sangat mengesankan ketika seorang laki-laki dalam kereta berkomentar
dengan nada bercanda,”Saya dulu juga dukun, lho.”
Benar-benar
BTB, Bukan Tugas Biasa.
Give applause and big appreciation to our honorable
lecturer. J*the end :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar